[ REVIEW NOVEL ] “Winter in Tokyo” by Ilana Tan
Palembang, 15 November 2016
Judul : Winter in Tokyo
Penulis : Ilana Tan
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tebal : 320 halaman
Genre : Fiksi ㅡ Romance
Harga Resmi : IDR 65,000 (Cover baru)
Ishida Keiko.
Librarian yang senang berseluncur di atas es ini tengah mencari seseorang yang merupakan cinta pertamanya sejak masih SD. Seorang anak laki-laki yang membantunya menemukan kalungnya di tengah tumpukan salju sepulang sekolah.
Librarian yang senang berseluncur di atas es ini tengah mencari seseorang yang merupakan cinta pertamanya sejak masih SD. Seorang anak laki-laki yang membantunya menemukan kalungnya di tengah tumpukan salju sepulang sekolah.
Suatu hari, apartemen kosong yang berseberangan dengan apartemennya kedatangan penghuni baru. Seorang laki-laki. Sebuah insiden konyol di awal perkenalan mereka berlanjut ke interaksi-interaksi unik yang membuat Keiko dekat dengan tetangga barunya ini. Meski seringnya interaksi itu didominasi dengan pertengkaran mulut, tapi Keiko bisa merasakan bahwa di dekat tetangga barunya itu, ia merasa nyaman.
“Keiko tahu benar dirinya orang yang mudah bergaul, tapi jarang sekali ia bisa langsung merasa akrab dengan seseorang…
Bersama laki-laki itu membuat Keiko menceritakan hal-hal yang sebenarnya tidak terpikir untuk diceritakan…” ㅡ hal. 46-47“‘Kau memang tetangga paling baik sedunia…Kau sudah menyelamatkan hidupku.'” ㅡ hal. 67
Nishimura Kazuto
Street photographer handal yang awalnya bekerja di New York. Namun karena ingin menghindari gadis yang disukainyaㅡyang akan menikah dengan sahabatnya sendiriㅡia kembali ke negara kelahirannya, Jepang, dan memilih untuk menetap di sana. Ia bahkan sengaja mencari apartemen di lingkungan yang sepi untuk menenangkan diri.
Street photographer handal yang awalnya bekerja di New York. Namun karena ingin menghindari gadis yang disukainyaㅡyang akan menikah dengan sahabatnya sendiriㅡia kembali ke negara kelahirannya, Jepang, dan memilih untuk menetap di sana. Ia bahkan sengaja mencari apartemen di lingkungan yang sepi untuk menenangkan diri.
Masalahnya, seorang gadis yang merupakan tetangga barunya, yang tinggal di apartemen di seberang pintunya ternyata mengusik ketenangan yang berusaha ia cari. Bukannya ia membenci itu, malah ia menyukainya. Karena gadis itu menarik untuknya. Rasanya setiap berada di sebelah gadis itu, Kazuto merasa lengkap. Ia sanggup melupakan apapun, termasuk gadis New York yang disukainya. Bahkan lensa kameranya pun tidak bisa berpaling setiap kali menemukan fokus di wajah gadis tetangga barunya itu.
“‘…Walaupun baru bertetangga dua minggu, ternyata kita sudah bisa saling memahami. Aku senang sekali.'” ㅡ hal. 53“‘Sejauh ini, diantara semua teman kencanku di Jepang, kau yang paling cantik.'” ㅡ hal. 116
Mereka pertama kali bertemu di awal musim dingin di Tokyo. Selama sebu-
lan bersama, perasaan baru pun terbentuk. Lalu segalanya berubah ketika
suatu hari salah seorang dari mereka terbangun dan sama sekali tidak meng-
ingat semua yang terjadi selama sebulan terakhir, termasuk orang yang
tadinya sudah menjadi bagian terpenting dalam hidupnya...
“…Ia hanya tidak bisa mengingat kejadian selama satu bulan terakhir ini. Hanya satu bulan. Dan ia yakin tidak ada hal hal penting yang perlu diingat.” ㅡ hal. 160
.
.
.
“Kenapa harus takut gelap kalau ada banyak hal indah yang hanya bisa dilihat sewaktu gelap?” ㅡ hal. 68“Astaga, jangan sampai kaulepaskan aku.’
‘Aku tidak akan melepaskanmu.'” ㅡ hal. 131“Kau bisa melupakannya…dan mulai benar-benar… benar-benar melihatku?” ㅡ hal. 138“…Mimpi tidak akan bertahan lama. Ia boleh saja hidup dalam mimpi, tetapi cepat atau lambat kenyataan akan mendesak masuk. Dan ketika kenyataan mendesak masuk dan berhadapan denganmu, kau hanya bisa menerima.” ㅡ hal. 256“‘Aku akan tetap di sini. Bersamamu…'” ㅡ hal. 289“‘…Aku bisa melihatmu…Aku selalu melihatmu.'” ㅡ hal. 296“‘Apa yang harus kulakukan supaya kau bisa melihatku?'” ㅡ hal. 298“‘Yang harus saya lakukan hanyalah melihatnya. Hanya melihatnya…dan saya akan merasa saya bisa menghadapi segalanya.” ㅡ hal. 302“…Terima kasih karena sudah ada di sini bersamaku.” ㅡ hal. 306
.
.
.
Masih dari salah satu judul tetralogi musim best seller karya Ilana Tan. Setelah “Summer in Seoul” dan “Autumn in Paris“, sekarang saya tiba di musim dinginnya dengan “Winter in Tokyo”. Dan sekali lagi, saya disuguhi cerita dengan tema amnesia
Mungkin bukan tema yang baru lagi, dan saya sendiri pun sudah beberapa kali menemukan tema semacam ini di beberapa bukuㅡyang paling baru adalah novel “The Stolen Years”. Namun yang membuat buku ini menarik untuk saya adalah kesan selama membacanya. Membaca buku ini membuat saya merasa seperti tengah membaca shoujo manga (komik cewek khas Jepang) yang mungkin dikarenakan ceritanya yang manis bak gula-gula (apa ini?).
Ishida Keiko yang merupakan tokoh utama novel ini adalah gadis yang tinggal di apartemen di depan apartemen milik Tatsuya Fujiwaraㅡmain chara dalam novel “Autumn in Paris”. Sepeninggal Tatsuya, apartemen itu kosong dan kemudian datanglah Nishimura Kazuto yang menempatinya.
Berbeda dengan dua buku sebelumnya yang hanya fokus pada sepasang kekasih yang dihadapkan dengan masalah yang menguji hubungan mereka, dalam “Winter in Tokyo” iniㅡselain masalah amnesiaㅡIlana Tan memilih kisah cinta segi-empat dengan Keiko, Kazuto, Kitano Akira, dan Iwamoto Yuri sebagai pelakunya.
POV menggunakan sudut pandang orang ketiga sebagai tokoh utama, namun cerita lebih banyak dituturkan oleh Keiko dan Kazuto yang memang sejak awal sudah dimunculkan dalam cerita. Akira dan Yuri mengambil beberapa bagian saja di setengah akhir bukunya. Meskipun bagi saya porsinya kurang untuk lebih memahami perasaan keduanyaㅡAkira dan Yuriㅡnamun sudah bisa dibilang cukup lah
Gaya bahasa Ilana Tan dalam buku ini masih sama dengan dua buku sebelumnya, menggunakan bahasa Indonesia baku ber-EYD. Ceritanya sendiri didominasi oleh alur maju. Dimunculkan juga flashback masa kecil Keiko untuk menceritakan Keiko kecil yang bertemu anak laki-laki cinta pertamanya. Flashback pertama muncul di tengah cerita. Saat membaca bagian ini, pembaca masih dibuat bertanya-tanya tentang siapa cinta pertama Keiko yang sebenarnya, bahkan terasa lebih digiring untuk condong pada salah satu karakter pria. Kebenarannya baru akan terungkap di akhir buku, bahkan Ilana Tan menuliskan satu flashback terakhir pada bab epilog khusus untuk membahas cinta pertama Keiko ini
Dibandingkan dengan kedua novel sebelumnya, menurut saya “Winter in Tokto” lebih berhasil menampilkan negara settingnya, yaitu Jepang. Meski destinasi-destinasi menariknya masih kurang tereksplor, setidaknya saya merasa buku ini benar-benar menggambarkan negara Jepang Mungkin juga saya sendiri sudah cukup familier dengan negara tersebut karena sudah mengidolakannya sedari kecil kali ya. Jadi meskipun penjelasannya tidak banyak, imajinasi saya sudah bisa lari kemana-mana
Paling-paling yang sedikit kurang tepatㅡjuga tidak salah, sih, sebenarnyaㅡadalah terlalu cepatnya Keiko dan Kazuto memanggil nama depan merekaㅡtermasuk sufix chan dari Kazuto untuk Keiko. Di Jepang, pada umumnya, untuk orang-orang yang baru mengenal, mereka akan saling memanggil nama marga (keluarga) mereka terlebih dahulu. Barulah setelah benar-benar akrab, mereka akan mempersilakan untuk memanggil dengan nama depan mereka masing-masing. Hal ini juga terjadi pada “Autumn in Paris”, saat Tatsuya dengan cepat memanggil Tara dengan nama depannya alih-alih Dupont. Tapi untuk yang tidak terlalu peduli dengan hal ini, apa yang saya tuliskan ini tidak mengganggu sama sekali kok
Buku ini ceritanya cukup ringan tanpa konflik batin yang pelik. Saya sama sekali tidak menemukan adegan ber’bahaya’, bahkan sekedar ciuman pun tidak ada. Dan meskipun ada adegan berdarah dan perkelahian, rasanya masih jauh dari kata gore, juga tidak tergolong sadis. Jadi untuk saya, masih sangat wajar jika buku ini dibaca oleh mereka mulai usia remaja.
Ngomong-ngomong buku ini juga sedang dalam proses pemfilman. Mungkin sudah banyak teman-teman yang mengetahui berita ini karena foto-foto proses filmingnya sudah banyak beredar luas di media sosial. Dan sepertinya, film kedua dari buku Ilana Tan kali ini mendapat sambutan yang lebih positif dibandingkan pendahulunya ya? Meskipun ada casts yang dirasa kurang mewakili karakter-karakter dalam buku, respon negatifnya pun tidak sestrong film SBY. Semoga ke depannya film ini akan mendapatkan cinta yang lebih banyak dan sukses dari SBY ya